Pesantren Asad |
BAB I
PENDAHULUAN
A. Prolog
Ajaran Islam telah berkembang seiring dengan
tumbuh dan berkembangnya
pendidikan agama Islam. Pertumbuhan ajaran Islam bermula dari system keyakinan yang sederhana berkenaan
dengan pengesaan Tuhan kemudian berkembang
menjadi ajaran yang kompleks yang mengatur setiap aspek kehidupan manusia mulai dari bangun tidur
hingga tidur kembali. Aspek-aspek kehidupan
itu meliputi aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, dan sebagainya. Tidak hanya itu, Islam juga telah menjadi
peradaban global. Islam tidak hanya menjadi
agama orang arang Arab tetapi telah menjadi agama tiap suku bangsa di dunia. Semuanya berkembang melalui pendidikan
Islam.
Islam juga telah menjadi agama orang Melayu,
termasuk di dalamnya Melayu
Jambi sehingga sulit untuk dipisahkan antata Islam dan Melayu. Melayu adalah
Islam sesuai dengan ungkapan dasar adat Melayu “Adat bersandi sara’, sara’ bersendi
kitabullah”. Islam
telah menjadi way
of life masyarakat
Melayu yang
diturunkan terus menerus dari generasi ke generasi. Dapat dipastikan penurunan
tradisi ini dilakukan melalui pendidikan. Jadi perkembangan agama Islam di
Jambi juga tidak bisa lepas dari pertumbuhan pendidikan Islam.
Gambaran pendidikan Islam di Jambi pada abad ke-20 terkesan belum
mampu mewujudkan persahabatan antara pendidikan Agama islam dan pendidikan
umum. karna pada saat itu, semua lembaga pendidikan agama islam belum ada
mengayomi mata pelajaran umum. Hal ini
tentu menjadi
krisis dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam yang kaffah yang tidak memisahkan antara pendidikan
agama dengan pendidikan umum.
Hal tersebut mengindikasikan pendidikan agama Islam di madrasah dan pesantren
belum optimal terutama dalam menghantarkan pemahaman agama yang benar dan pemahaman pentingnya
menuntut ilmu umum.
Jika dilihat perkembangan dan innovasi pendidikan
Islam di Jambi yang sekarang tidak lepas dari peran dari para tokoh pendidikan
islam di Jambi. Innovasi yang dilakukan pendidikan Islam di jambi merupakan
aksi pemikiran dari para tokoh pendidikan islam yang ingin merubah lembaga
pendidikan islam menjadi modern, dan dengan para tokoh pendikan islam secara
bertahap telah membuka diri untuk mengembangkan ilmu umum sebagai pelengkap
ilmu agama. Dalam tulisan ini penulis mencoba membahas peran dan pemikiran innovasi
yang dilakukan oleh salah satu tokoh pendidikan Islam di Jambi, beliau adalah
K.H. Abdul Qodir.
Dalam pembahasan ini, penulis memaparkan data
berdasarkan apa yang penulis dapat dari berbagai sumber data melalui wawancara
dan dokumentasi, diantaranya :
1. Wawancara
dengan Ust. M. Qodri Beliau seorang Guru di Pondok Pesantren As’ad dan dosen
tetap pada IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Sekarang beliau melanjutkan
studi S3 di UIN Maliki Malang.
2. Wawancara
dengan M. Ayub ialah seorang Alumni Pondok Pesantren As’ad Th. 2014.
3. Dokumentasi
melalui situs website Pondok Pesantren As’ad Th. 2014 dan situs-situs yang
berkaitan dengan tema diatas.
4. Dokumentasi
berupa skripsi dan jurnal yang berkaitan dengan tema diatas.
B.
Rumusan Masalah
Sebagai
pijakan dalam pembahasan ini, maka penulis
menjabarkan pokok-pokok rumusan masalah sebagai berikut :
1-
Apa
Profil K.H. Abdul Qodir ?
2-
Bagaimana
Pemikiran K.H. Abdul Qodir pada pendidikan islam di Jambi?
C.
Tujuan Pembahasan
Dengan
pokok-pokok rumusan masalah diatas, maka dapat diketahui bahwa tujuan
pembahasan ini adalah :
1-
Mengetahui
Profil K.H. Abdul Qodir
2-
Mengetahui
Pemikiran K.H. Abdul Qodir pada pendidikan islam di Jambi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil K.H. Abdul Qodir
K.H. Abdul Qadir lahir (disingkat Guru Qodir) di Kampung Tengah
Jambi pada tanggal 18 Shafar 1332 H atau 1914 M, beliau la terlahir sabagai
anak seorang ulama terkenal di Jambi bernama Guru H. Ibrahim bin
Syekh Abdul Majid al-Jambi bin K.H. M Yusuf bin’Abid bin Jantan Bergelar Sri
Penghulu, seorang tokoh pendiri madrasah Nurul Iman
Seberang Kota Jambi (sekoja) dan pendiri oraganisasi Tsamaratul Insan (w. 1923). K.H. Abdul Qadir wafat pada waktu shubuh Jum’at 10 Juli 1970 di
Jakarta. Nama lengkapnya adalah Abdul Qadir Jaelani yang diberikan ayahnya
untuk mengenang kakeknya yang meninggal dalam perjalanan pulang berziarah dari
makam Syekh Abdul Qadir Jaelani. Pendidikan formal
terakhir beliau adalah madrasah Nurul
Iman. Pengetahuannya banyak diperoleh dengan belajar sendiri dan membaca
kitab. Selain itu Ia banyak bertanya dan berdiskusi dengan para ulama-ulama
yang datang berkunjung ke Jambi, di antaranya adalah Syekh
Hasan al-Yamany (Mufti Mekkah) guna memperdalam ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh pada
tahun 1939, Syekh Ali Maliky (Mufti Mekkah) 1939 dan Syekh ‘Arif At-Tabulisy (Hakim Tentara Turki) guna
memperdalam ilmu Falak pada tahun 1936.
Mulai
pada usia 13 tahun, ia dipercayakan untuk menjadi tenaga pengajar bantu di
Pondok Pesantren Nurul Iman. Dalam tahun 1944 sampai tahun 1948 karirnya
menanjak, sehingga dipercayakan menjadi Mudir Madrasah Nurul Iman diusia yang masih muda, sekitar 32 tahun.
Selain
jabatan tersebut di atas, Ativitas Abdul Qadir
yang lain ialah sebagai pelopor pendirian Nahdatul Ulama (NU) di wilayah Jambi
pada tahun 1950-an. Sekarang ini, Pondok Pesantren As’ad
merupakan pusat penting pengembangan warga Nahdiyin di Jambi dan sebagai pusat
Pimpinan Wilayah NU Propinsi Jambi. Ia
juga pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia Propinsi Jambi
dari tahun 1957 sampai tahun 1970 Yang sebelumnya tahun 1955-1956 menjabat
sebagai Ketua "Majelis Ulama Sumatera Tengah Tahun 1962-1968, pernah juga
menjabat sebagai Ketua Mahkamah Syari'ah Jambi (sekarang
disebut Pengadilan Tingga Agama).
Disamping
itu beliau adalah pendiri podok pesantren As’ad pada tahun 1951, Pondok inilah yang menjadi
Pondok Pesantren Modern pertama di Provinsi Jambi. Selain itu dia juga
mengusahakan dan mempelopori berdirinya IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan
sekaligus menjabat sebagai Dekan pertama pada Fakultas Ushuluddin tahun 1965 sampai
akhir hayatnya. Karena belum memiliki gedung sendiri,
maka Pondok Pesantren As’ad dijadikan
sebagai tempat kuliah sementara sampai 1966.
Guru
Qadir termasuk orang yang produktif dalam menulis antara lain buku teks tentang
Tauhid dan Nahwu. Namun karena kurangnya perhatian para murid dan keluarga
terhadap karya-karya beliau sehingga hanya dua kitab saja yang masih dapat
diketahui yaitu:
1.
Karyanya
dalam ilmu Tauhid adalah kitab "Mughni al-Awam", merupakan.
kitab teks yang dipelajari di Madrasah As'ad sampai sekarang. Kitab ini berupa
kitab elementer bagi pemula atau. anak-anak dalam mempelajari Tauhid yang
ditulisnya pada Jumadil al-Awwal 1369 H. Tulisan ini berisikan tentang Rukun
Islam, Rukun Iman, pengetahuan tentang silsilah Nabi Muhammad SAW, dan tentang
akidah lima puluh. Kitab ini tersusun dengan berbentuk syair-yair dalam bahasa
Melayu yang singkat sehingga mudah dihafal oleh anak-anak.
2.
Kitab
berikutnya yang disusun bersamaan dengan kitab sebelumnya adalah "Riadh
al-Shibyan". Sebuah kitab kecil yang terdiri dari beberapa bait syair
dalam bahasa Melayu. Tulisan ini berisikan kaidah-kaidah Nahwu dalam kitab
Matan al-Ajrumiyyah. Kitab ini agak singkat sehingga mudah di hafal oleh
anak-anak dan menjadi kitab teks di Madrasah As'ad.
Pada
masa Agresi Belanda II terjadi, banyak tentara kita yang gugur dalam perang
karena kekurangan alat persenjataan dan makanan. Suatu ketika, ada tentara
Indonesia yang datang kerumah beliau dan diberi nasehat juga do’a. Untuk
menambah semangat para pejuang, beliau mengarang lagu “Al Huriyyah” yang
artinya “kemerdekaan”. Sejarah perjuangan beliau dapat dilihat di Korem Garuda
Putih Jambi
B.
Pemikiran K.H. Abdul Qodir pada Pendidikan Islam di Jambi
Pondok
Pesantren dan Madrasah merupakan salah satu komponen penyelenggara pendidikan
di Jambi telah mengalami banyak perkembangan, marilah kita simak kebelakang
pada tahun 1915 (91 tahun silam) dimana sarana pendidikan Islam (Madrasah) banyak
yang tumbuh dan berkembang dengan jumlah yang cukup banyak, namun patut
disayangkan jika sa’at ini madrasah-madrasah tersebut banyak yang tidak aktif
lagi.
Ada
banyak faktor penyebabnya antara lain karena Pondok Pesantren dan madrasah
tesebut masih bersistem sangat sederhana dan tanpa memasukkan mata pelajaran
umum sebagai salah satu bidang studinya, padahal hal-hal diatas merupakan salah
satu tuntutan zaman dalam dunia pendidikan. Faktor lainnya adalah mungkin
karena kekonsistenan Pendiri/Pengurus Madrasah terhadap kurikulum pendidikannya
yang mengkhususkan pada pendidikan keislaman sehingga madrasah tersebut kurang
diminati seiring dengan perkembangan zaman. Hal demikian terus berlangsung
hingga awal era kemerdekaan. Hal tersebut diatas tentunya merupakan sebagian
dari faktor penyebab lambannya perkembangan madrasah. Ada banyak hal lain yang
tentunya berperan terhadap hal tersebut diatas baik faktor intern madrasah
maupun faktor ekstern.
Ketika
sebagai mudir Madrasah Nurul Iman, Abdul Qadir banyak memberikan pemahaman baru
tentang Islam, Salah satu diantaranya ialah :
1.
K.
H. Abdul Qadir memperkenalkan pelajaran umum di madrasah Nurul Iman. Disaat itu
Pondok Pesantren dan Madrasah tidak memiliki pelajaran umum, karna ulama ingin
memfokuskan santri agar paham betul akan ajaran agama islam. Namun Guru Qadir hadir dengan berfikiran maju dikala itu mengemukakan
bahwa apabila dunia pendidikan Islam terus dibiarkan tanpa adanya pembaharuan
dan perbaikan sistem pendidikan, maka dunia pendidikan Islam khususnya di Jambi
akan menghadapi masa yang suram, nyatanya hal tersebut memang terbukti dimana
pada sa’at ini banyak madrasah dan pondok pesantren yang tidak atau kurang
berfungsi lagi.
2.
K.
H. Abdul Qadir membolehkan
perempuan untuk sekolah. Dalam masalah
pendidikan ini, Guru Qadir tercatat
bahwa Ia memperjuangkan pendidikan bagi kaum wanita di Jambi dengan membuka
Madrasah Tsanawiyah Putri di Madrasah As'ad pada tahun 1960. Karena dia
menerapkan hadits menuntut ilmu itu wajib bagi kaum laki-laki dan perempuan dan
ini pun mendapat tantangan tetapi akhirnya dapat diterima oleh masyarakat
jambi. Sebelumnya kaum wanita di Jambi dilarang untuk mengenyam pendidikan,
karna ulama’ dan mayoritas masyarakat masih berfikiran bahwa wanita hanya
bertugas mendidik anak dan memasak didapur (setinggi-tingginya wanita belajar
akan juga kembali kedapur).
Gagasan Abdul Qadir ini ditentang keras dari guru-guru lain,
sehingga ia keluar dari Nurul Iman. Abdul Qadir kemudian mendirikan pengajian
sendiri, di sebuah tempat benama “Langgar Putih” pada
tahun 1948. Berawal dari Langgar Putih ini, Abdul
Qadir kemudian mendirikan Pondok Pesantren As’ad pada 1951, yang
berlokasi di kelurahan Olak Kemang Jambi. Adapun salah satu tujuannya untuk
membantu pemerintah dalam mengadakan sarana pendidikan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, baik dibidang ilmu pengetahuan Islam maupun ilmu pengetahuan
umum. Pondok Pesantren As’ad dikenal sebagai madrasah
khalaf (modern) yang pertama karena memadukan sistem pendidikan pesantren dan
kurikulum nasional. Innovasi pendidikan Islam di Jambi yang sekarang
tidak lepas dari peran dari K.H. Abdul Qodir, karna beliaulah yang pertama kali
mempelopori lembaga pendidikan islam menjadi modern, sehingga beliau dikenal
dengan “Pembaharu Islam di Jambi Abad ke-20”.
Sebagai
Ketua Majelis Ulama Indonesia Propinsi Jambi Tahun 1960-an, untuk bidang
seni dan budaya la memfatwakan dibutuhkannya pengantin wanita dan pria untuk
memakai pakaian adat yang sebelumnya hanya dibolehkan memakai pakaian khas.
Sesuai dengan slogan Adat Melayu “Adat bersandi sara’, sara’ bersendi kitabullah”, maka pengantin
wanita dan pria untuk memakai pakaian adat jambi sesuai syariah dan nilai-nilai
islam (Pakaian Sopan dan menutup Aurat).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. K.H. Abdul Qadir lahir (disingkat Guru Qodir) di Kampung Tengah
Jambi pada tanggal 18 Shafar 1332 H atau 1914 M, beliau la terlahir sabagai
anak seorang ulama terkenal di Jambi bernama Guru H. Ibrahim bin
Syekh Abdul Majid al-Jambi bin K.H. M Yusuf bin’Abid bin Jantan Bergelar Sri
Penghulu, seorang tokoh pendiri madrasah Nurul Iman
Seberang Kota Jambi (sekoja) dan pendiri oraganisasi Tsamaratul Insan (w. 1923).
2. Abdul Qadir banyak memberikan pemahaman baru tentang Islam, Salah
satu diantaranya ialah :
a.
K.
H. Abdul Qadir memperkenalkan pelajaran umum di madrasah Nurul Iman. Disaat itu
Pondok Pesantren dan Madrasah tidak memiliki pelajaran umum, karna ulama ingin
memfokuskan santri agar paham betul akan ajaran agama islam. Namun Guru Qadir hadir dengan berfikiran maju dikala itu mengemukakan
bahwa apabila dunia pendidikan Islam terus dibiarkan tanpa adanya pembaharuan
dan perbaikan sistem pendidikan, maka dunia pendidikan Islam khususnya di Jambi
akan menghadapi masa yang suram, nyatanya hal tersebut memang terbukti dimana
pada sa’at ini banyak madrasah dan pondok pesantren yang tidak atau kurang
berfungsi lagi.
b.
K.
H. Abdul Qadir membolehkan
perempuan untuk sekolah. Dalam masalah
pendidikan ini, Guru Qadir tercatat
bahwa Ia memperjuangkan pendidikan bagi kaum wanita di Jambi dengan membuka
Madrasah Tsanawiyah Putri di Madrasah As'ad pada tahun 1960. Karena dia
menerapkan hadits menuntut ilmu itu wajib bagi kaum laki-laki dan perempuan dan
ini pun mendapat tantangan tetapi akhirnya dapat diterima oleh masyarakat
jambi. Sebelumnya kaum wanita di Jambi dilarang untuk mengenyam pendidikan,
karna ulama’ dan mayoritas masyarakat masih berfikiran bahwa wanita hanya
bertugas mendidik anak dan memasak didapur (setinggi-tingginya wanita belajar
akan juga kembali kedapur).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan Saran Anda