BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai Agama tidak datang ke
dalam ruang kosong, akan tetapi Islam hadir kepada suatu masyarakat yang sudah
syarat dengan keyakinan, tradisi dan praktik-praktik kehidupan. Masyarakat pada
saat itu bukan tanpa ukuran moralitas tertentu, namun sebaliknya, inheren di
dalam diri mereka standar nilai dan morallitas. Namun demikian, moralitas dan
standar nilai tersebut, pada beberapa tataran dianggap telah mengalami
penyimpangan dan perlu diluruskan oleh moralitas baru. Dalam konteks inilah
Islam hadir untuk memberikan koreksi dan perbaikan terhadap nilai-nilai moralitas
mereka.[1]
Pada sisi lain, sebagai akidah dan
Syari’at, Islam dilengkapi dengan aturan-aturan yang bersumber dari Al-Quran
dan Hadits. Sebagai sumber utama, Al-Quran sudah menyatakan bahwa agama ini
sudah sempurna. Hal itu sebagaimana firman Allah :
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم
الإسلام دينا[2]
Pada
perkembangannya, dalam memahami Islam yang tercermin dalam teks-teks qauly
(Al-Quran & Hadits) serta memahami
perintah Allah dan Rasul-Nya, umat Islam berbeda pendapat. Ada yang menyikapinya
dengan sikap yang keterlaluan (Ekstrem/Ghuluw) –sebagai representasi
dari hamba yang ingin dianggap sangat bertakwa– dan ada yang mengentengkan
serta menanggapi dan memahaminya dengan standar-standar tertentu yang sudah
ditetapkan oleh Syari’at (I’tidal / Ausath).
Dalam
mengartikan Jihad misalnya, digunakan oleh kaum ekstremis untuk
mengembangkan “teologi kebencian” dan intoleransi demi mengesahkan perbuatan
yang dilakukan melawan orang kafir. Seperti jajak penapat yang dilakukan oleh
Gallup, di Negara-negara Arab dan Negara Muslim. Ada yang mengartikan bahwa
Jihad adalah Keajiban kepada Allah, Tugas suci, berjuang mencapai tujuan mulia,
tekad untuk bekerja keras. Sementara ada juga yang mengartikan sebagai
”mengorbankan nyawa untuk kepentingan Islam/Allah” atau “peranga melawan Musuh[3]. Dan bahkan ada yang
menganggap Jihad sebagai Rukun ke enam.
Sesungguhnya
fenomina ekstremisme tidak hanya terjadi
dalam Agama Islam saja. Dalam sejarah
berderet nama gerakan ekstrem yang pernah timbul dan tenggelam. Dalam agama
Kristen misalnya, adanya dua kubu Katolik (ortodok) dan protestan, menunjukkan
adanya perbedaan pendapat dan perilaku dalam memahami dan mengaktualisasikan
Agama.
Memang
fenomena ekstremisme dalam agama-agama masih menjadi api dalam sekam yang
setiap saat meluap menjadi kobaran api konflik yang tak terkendali. Begitulah
dalam sejarah agama-agama, konflik akibat kecurigaan satu kelompok agama
terhadap lainnya, diakibatkan fanatisme yang berlebihan dari penganut agam bersangkutan.
Hal ini ditambah dengan perilaku elite politik yang kerap menjadikan isu agama
sebagai isu sensitive.
Dalam
sejarah perkembangan Islam, kedua kelompok ini dianggap sebagai dua buah kutub
yang selalu berseberangan. Salah satu isu perbedaan tersebut adalah tentang
Negara dan Agama. Yang satu menginginkan bagaimana Negara bisa menjadi
representasi Agama, dan yang lain berpendapat bahwa Negara cukup menjadi
pelindung dan menjamin terhadap hidup dan berkembangnya agama (Islam). Pendapat yang pertama merepresentasikan kelompok Ekstremis, sedangkan
pendapat ke dua merupakan representasi dari kelompok yang moderat.
Dalam
makalah ini akan dibahas tentang fenomena Ekstremisme pada satu sisi dan
Moderasi pada sisi lain yang merupakan salah satu khazanah dalam hidup dan berkembangnya
Agama Islam terutama di dunia Barat. Bagaimana pengertian dan batasan-batasan
dari kedua aliran/pemahaman tersebut. Juga akan dibahasa beberapa persamaan dan
perbedaan dari keduanya menyangkut ideologi dan pemahaman keagamaan. Dan
terkhir akan dibahas tentang perkembangan Islam di Barat (Amerika dan beberapa
Negara Eropa) dalam bingkai kedua “aliran” tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ektrimisme dalam Islam dan apa ciri-cirinya?
2. Apa pengertian Islam Moderat dan bagaiman ciri-cirinya?
3.
Bagaimana perkembangan
Islam di Barat dalam konteks kedua aliran tersebut?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembahasan ini adalah :
1.
Untuk Mendeskripsikan
tentang pengertian ektremisme dalam Islam serta ciri-cirinya
2.
Untuk
mendeskripsikan pengertian Islam Moderat, serta ciri-cirinya
3. Untuk mendeskripsikan perkembangan Islam di Barat dalam
konteks kedua aliran tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada dekade terakhir, Islam mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.
Pada tahun 2011, mosalnya dari jumlah penduduk dunia yang tumbuh sebesar 137 %
dalam satu dekade terakhir, Kristen tumbuh sebanyak hanya 46%,
sebaliknya, Islam tumbuh sebanyak 5 kali lipatnya : 235%. (The Almanac
Book of Facts, 2011). Bila tren
pertumbuhan ini terus berlangsung, maka
diperkirakan pada tahun 2030, 1 dari 3 penduduk dunia adalah orang Islam[4].
dan bahkan di Negara-negara sekuler khususnya di Barat, Agama Islam juga
mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan.
Perkembangan Islam di Eropa yang sangat cepat ini
disebabkan oleh dua faktor penting. Pertama, oleh tingkat kelahiran
(fertility rate) yang tinggi di negara-negara Barat dengan mayoritas penduduk
Muslim Kedua, oleh jumlah mualaf (orang-orang yang pindah dari agama
lain ke agama Islam) yang juga tinggi, terutama di Amerika, Eropa dan Australia
dalam 20 tahun terakhir (The Almanac Book of Facts,
2011) [5].
Sebuah studi oleh Faith Matters (2011) di Inggris, diketahui bahwa
dalam 10 tahun terakhir, diperkirakan jumlah orang Inggris yang pindah dari
agama lain (Kristen) menjadi pemeluk agama Islam adalah sebanyak 5.000 orang
setiap tahun[6].
Disamping itu dalam hal pemahaman terhadap Islam, kaum muslimin
dapat dibedakan dalam dua kategori aliran (pemahaman); 1) dikenal dengan
paham Ekstrem (Ghulul), 2) paham Moderat (I’tidal/Ausath).
Di era modern di tengah kemajuan sain dan pekikan slogan-slogan
kebebasan, dunia masih menyaksikan kehadiran kelompok-kelompok radikal dan
ekstrim, di mana mereka mengancam ideologi dan keamanan masyarakat. Sebagai
contoh, Zionisme sudah lebih dari satu dekade muncul sebagai bid’ah dalam agama
Yahudi dan mengusung pemikiran sesat dan fanatik. Strategi kaum Zionis secara
terang-terangan dibangun atas landasan teror dan kekerasan. Dengan menggunakan
cara yang tidak manusiawi ini, Zionis sejauh ini telah membantai jutaan warga
Palestina atau mengusir mereka.
Banyak sekali gerakan-gerakan yang dipicu oleh pemahaman yang
ekstren terhadap agama. Contoh terkahir dalam agama Islam adalah munculnya
kelompok ISIS. Terlepas dari adanya faktor politik atau apapun yang melatar
belakanginya, bahwa gerakan ini sangat membahayakan baik di internal umat Islam
maupun yang lain.
A.
Pengertian Ektrem dan Ciri-cirinya
Ekstrem secara bahasa Dalam Mu’jam bahasa Arab, sepadan dengan kata
Tatharruf, dari akar kata Tatharrafa yang mempunyai arti berada di pinggir. Jadi Tatharruf bisa diartikan sebagai orang yang selalu berada di
pinggir (ujung).[7] Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti, 1.
Paling ujung, paling tinggi, paling keras;
2. Sangat keras, sangat teguh, fanatik. Ekstremitas adalah hal (tindakan,
perbuatan) yang melewati batas[8]
Dalam Al-qur’an sikap ekstrem disebut dengan Ghuluw[9] yang
berarti berlebihan dalam suatu perkara, atau
bersikap ekstrim pada satu masalah dengan melampaui batas yang telah
disyariatkan[10]. Dan diantara bahaya sikap ekstrem
adalah bahwa hal tersebut lebih dekat kepada kebinasaan.[11]
Dalam Islam, Ekstrim merupakan salah satu corak yang digambarkan oleh pengikutnya, yang
beranggapan bahwa dalam memahami agama (Islam) harus berpegang teguh kepada
al-Quran dan Hadits, tidak mengenal kompromi terhadap hal-hal yang menurut
mereka bertentangan dengan al-Quran dan Hadits. Sebagian orang menyebut aliran ekstremisme
dengan sebutan, puritan, radikal, fanatik, Jahidis serta Islamis.[12] Terhadap kelompok ini Khaled Abou El- Fadl
lebih menggunakan istilah Puritan. Ciri yang menonjol dari kelompok ini
adalah dalam hal keyakinan menganut paham absolutism dan tidak kenal kompromi.[13]
Dalam perjalanan
sejarah, sikap ekstrem atau seringkali terjadi dalam pengamalan ajaran agama, seperti
orang-orang Nasrani dengan keyakinan Trinitasnya. Begitu besar pengagungan
mereka terhadap Nabi Isa As. sampai kemudian oleh mereka Nabi Isa dianggap sebagai
Tuhan. Para penganut Syiah yang menganggap bahwa derajat Ali lebih baik dari Abu
Bakar, Umar dan Utsman. Dan bahkan ada yang menganggap lebih baik dari Rasulullah
Saw. Orang Khawarij yang dengan
gampangnya mengkafirkan kelompok lain yang berbeda pandangan. Sikap ekstrem
dalam praktik/amalan agama, contohnya berlebih-lebihan dalam masalah ibadah
salat sepanjang malam tanpa tidur, puasa terus menerus, menjadikan perkara yang
tidak wajib atau pun Sunah, menjadi wajib, Intinya bahwa sikap berlebihan (Ghuluw)
sangat dilarang dalam agama.
Dalam hadits
juga banyak disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW, sangat melarang adanya tindakan
berlebihan. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad
عن ابن عبّاس رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال:
"إيّاكم والغلو في الدين، فإنما هلك من قبلكم بالغلو في الدين " روى
الإمام أحمد في مسنده والنسائي وابن ماجه في سننهما [14]
Hindarilah
sikap melampaui batas dalam agama, karena sesungguhnya orang-orang (kaum)
sebelum kamu telah binasa karenanya.
Larangan
melampaui batas (Ghuluw) tersebut menurut Ibnu Taimiyah bersifat umum,
baik dari segi akidah maupun perbuatan biasa. Dan itulah yang dilakukan oleh orang-orang
Nasrani. Oleh sebab itu Allah berfirman:
يا أهل الكتاب لا تغلوا في دينكم ولا تقولوا على
الله إلا الحق. الآية[15]
Ciri-ciri ekstrim
seperti disebutkan oleh Syeh Yusuf Qardlawi ada enam, yaitu [16]:
1)
Fanatik pada suatu pendapat dengan fanatisme yang keterlaluan, sehingga
tidak mau mengakui keberadaan pendapat lain
2)
Mewajibkan sesuatu atas manusia yang sesungguhnya oleh Allah SWT. tidak
diwajibkan.
3)
Memperberat yang tidak pada tempatnya.
4)
Sikap kasar dan keras.
5)
Buruk sangka terhadap manusia
6)
Terjerumus ke dalam jurang pengkafiran.
Ada dua
hal penting untuk diketahui dalam kaitannya dengan Ekstremisme [17]:
Pertama: Bahwa kadar keberagamaan seseorang dan keberagamaan
lingkungan di mana ia hidup, sangat mempengaruhi penialian orang lain, sebagai
ekstrem, moderat atau menggampangkan agama. Kedua, Tidaklah adil kalau
kita menuduh seorang sebagai ekstrem dalam agamanya semata-mata karena ia
memilih salah satu pendapat di antara pendapat-pendapat fikih yang agak keras
(ketat), seperti seorang perempuan yang menggunakan cadar, dll.
Faktor-Faktor yang
Menyebabkan Timbulnya Sikap Ekstrem
Dalam sebuah disertasi yang
ditulis oleh Abdurrahman bin Mu’alla al Luwaihiq dari Universitas Imam Muhammd
bin Su’ud, Mushkilat al-Ghuluw fi al-Din fi al-‘Ashr al-Haldir, secara
terperinci mengidentifikasikan faktor-faktor yang menyebabkan sikap
ekstrem/ghuluw dalam lintas sejarah umat Islam. Ia mengklasifikasikannya dalam
tiga sebab utama; Pertama, sebab-sebab yang berkaitan dengan metodologi
ilmiah. Kedua, sebab-sebab yang berkaitan dengan aspek kejiwaan dan
pendidikan. Ketiga, sebab-sebab yang berkaitan dengan aspek sosial dan
problematika dunia[18].
Menurut
Syeh Yusuf Qardlawi, ada banyak faktor yang dapat menyebabkan adanya tindakan
ekstrim. Faktor-faktor tersebut ada yang bersifat keagamaan, politis, ekonomi,
sosial, psikologis dan rasional, gabungan dari semua atau sebagian
faktor-faktor tersebut[19].
Yang
berkaitan dengan faktor agama, misalnya lemahnya pemahaman terhadap agama,
dalam arti kurang memahami teks-teks (al-qur’an & hadits), misalnya dalam
memahami teks hanya dipahami secara harfiah saja.
B.
Pengertian Moderasi (Islam Moderat)
Secara bahasa,
Moderat berarti 1) selalu
menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem; 2) berkecenderungan ke arah
dimensi atau jalan tengah:pandangannya cukup -- , ia mau mempertimbangkan
pandangan pihak lain.[20]
Dari makna etimologi diatas dapat kita
pahami bahwa moderat berada pada posisi tengah dan tidak condong kepada
golongan tertentu. Moderat pula dapat diartikan bersikap lunak atau tidak
terjerumus kedalam ekstrimisme yang berlebihan.
Ada
beberapa sebutan terhadap kaum moderat, yaitu modernis, progresif dan reformis.
Akan tetapi yang tepat menurut Khaled Abou el-Fadl yang paling tepat untuk menyebut dan untuk
mendeskripsikan kelompok ini adalah istilah moderat.[21]
Al-qur’an,
selalu memerintahkan umatnya (kaum muslimin) untuk menjadi orang yang moderat
(berada di tengah-tengah/tidak miring ke kanan atau ke kiri.
وكذلك
جعلناكم أمة وسطا لتكونوا شهداء على الناس ويكون الرسول عليكم شهيدا. الآية. البقرة 143
Dan demikian (pula) kami Telah
menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi
saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kamu.[22]
Kata wasath diatas dapat di
tafsirkan dengan makna baik dan adil.[23]
Dan begitu juga imam Al-Qurthubi dalam kitabnya menafasirkan kata wasath
dengan makna adil dan ditengah-tengah karena sebaik baiknya sesuatu itu pada
pertengahannya.[24]
Karena itu, syekh yusuf qordhawi
menyebutkan bahwa kata wasath dalam al-quran juga semakna dengan kata “tawazun”
yang bermakna seimbang. Kemudian
kata ini dikorelasikan dengan kata syahadah, yang menunjukkan bahwa
lahirnya islam adalah sebagai saksi kesesatan dua ummat terdahulu, yahudi dan
nasrani. Kesesatan kaum Yahudi terletak pada kecenderungan
mengutamakan kebutuhan jasmaniah belaka dan hanya
mengedepankan persoalan dunia semata, sebaliknya umat Nasrani mengikat diri
mereka hanya pada kepentingan-kepentingan rohaniah
secara total.[25]
Sesungguhnya Moderat itu adalah keseimbangan antara keyakinan dan
toleransi, seperti bagaimana kita mempunyai keyakinan tertentu tetapi tetap
mempunyai toleransi yang seimbang terhadap keyakinan yang lain. Islam yang
moderat itu adalah yang natural, ilmiah, dan siap untuk diaplikasikan dalam
pergulatan hidup dan tentunya belum dimasuki interest-interest non agama.[26]
Menurut Prof. Dr. Yusuf Qardhawi, Diantara ciri
dan karakteristik pemikiran ilmiah adalah “pemikiran Moderat”, baik
orientasinya maupun kecenderungannya”. Pemikiran seperti itu menggambarkan
sebuah pandangan yang moderat dan integral terhadap masyarakat dan kehidupan. Suatu
manhaj yang mencerminkan visi moderasi umat yang moderat, yang jauh dari
ekstremisme dan sikap cengeng[27].
Beberapa Persamaan dan Perbedaan Islam Ekstrem dan
Moderat
Menurut
khaled, ada beberapa persamaan dan perbedaan antara aliran ekstrem dan Modert.
Mereka sama dalam hal Rukun Islam yang lima, Syahadat, Sholat, puasa di bulan
Ramadlan, zakat dan Haji, sekalipun ada yang menambah satu sehingga jadi enam,
dan walaupun tentang sholat ada yang berpendapat bukan lima waktu, tapi
sewaktu-waktu hanya tiga waktu.
Disaping itu,
ada beberapa perbedaan mendasar dalam hal cara pandang dan pemahaman mereka.
Beberapa perbedaan tersebut antara lain adalah ; 1) tentang sifat dasar
hukum dan moralitas, 2) pendekatan sejarah dan modernitas, 3)
Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, 4) interaksi dengan non muslim dan
konsep keselamatan, 5) Jihad, perang dan terorisme, dan 6) peran
kaum perempuan.
C.
Perkembangan Islam di Barat
Ketika peradaban Islam sedang berada
dalam masa-masa kemajuannnya terutama pada periode Klasik, keberadaan peradaban
Barat (Eropa) justru sedang berada dalam jurang kegelapan (the dark of
middle ages), bahkan di antara orang-orang Eropa ada yang sudah tidak
mengenal kembali akan identitas kebudayaan dan peradabannya. Pada masa inilah
terjadi transmisi dan tranformasi peradaban Islam kepada peradaban Barat,
ditandai banyaknya orang-orang Eropa belajar kepada Islam.
Sebaliknya ketika peradaban Eropa bergerak ke arah
kebangkitan dan kemajuan terutama dari abad ke-15 sampai sekarang justru
kondisi peradaban Islam yang bergerak ke arah kemunduran dan ketertinggalan.
Kendatipun pada abad ke-19 M telah muncul kesadaran di kalangan masyarakat
Islam untuk bangkit mengejar ketertinggalannya melalui kemunculan berbagai
gerakan, aksi dan pemikiran yang berkembang di kalangan masyarakat Muslim,
namun sangatlah ironis, ternyata gerakan tersebut belum menunjukkan
keberhasilannnnya.[28] Dan bahkan dunia Barat, menggambarkan Islam dan kaum Muslimin
sebagai sesuatu ancaman yang bisa meruntuhkan budaya barat, yang dalam bernegara
menganut paham sekuler, akan menimbulkan Gejala “Eurabia”. Berbagai isu
dihembuskan Negara-negara barat terhadap Islam, terlepas apakah itu hanya
kepentingan segelintir elit politik atau motif yang lain. Yang jelas semua
isu-isu tersebut, sangat merugikan bagi perkembangan Islam dan kaum Muslimin.
Amerika Serikat dengan berbagai
kepentingannya juga memberi citra tentang Islam sebagai suatu ancaman dan
mencoba menggambarkan Islam sesuai dengan perspektif budaya dan peradaban
Barat. Pencitraan Islam oleh media massa Barat bahwa Islam adalah agama yang
mengancam, menakutkan, teroris, ekstremis, jahidis.
Pada saat ini, Abad dimana kaum
Muslimin mulai bangkit kembali, secara ekternal harus berhadapan dengan
berbagai fenomena, seperti Globalisasi, Modernisasi, Demokrasi, Hak Asasi
Manusia, persmaan hak, sementara secara Internal umat Islam dalam menghadapi
isu dan fenomena tersebut, terbelah dalam dua aliran pemahaman yaitu pemahaman
yang Ekstrem dan Moderat. Dalam persepektif inilah penulis
memotret perkembangan Islam di Dunia barat, Amerika dan Eropa.
1.
Islam di Amerika
Pada dasarnya,
Masyarakat Amerika adalah masyarakat penganut Agama, dan pada akhir-akhir ini Agama
Islam menjadi salah satu agama yang paling diminati berdampingan dengan Kristen
dan Yahudi. Dan bahkan dalam beberapa tahun terakhir agama Islam melaju dengan
pesat ke permukaan dan menjadi fenomena yang paling menarik untuk dicermati.[29]
Masuknya Islam ke Benua
Amerika di bawa oleh para Imigran. Awal mula masuknya Islam ke benua ini, ada
yang mengatakan dibawa oleh anak buah Columbus waktu menemukan benua ini, yang
nota bene adalah orang Islam, dan Mayoritas pengamat memandang bahwa kaum muslimin pertama kali datang
membawa Islam ke Amerika Utara pada pertengahan dan akhir abad ke 19. Dan
memang pada saat inilah para imigram Muslim pertama, terutama dari timur tengah
mulai datang ke Amerika Utara dengan harapan memperoleh peruntungan, kemudian
pulang kembali ke tanah air mereka[30],
dari Iran –terutama setelah revolusi Iran tahun 1979, dari Lebanon –setelah
terjadi penyerangan oleh Israel tahun 1982[31]
dan beberapa Negara timur Tengah lainnya.
Menurut Adam
Lebor, tercatat paling tidak ada lima kali periode imigrasi Islam masuk ke
Amerika; 1) periode pertama imigran timur Tengah datang ke Amerika
terjadi pada 1875 – 1912, dari Siria, Yordania, Palestina dan Lebanon.
Mayoritas imigran pada saat itu adalah Kristiani, dan sebagian kecil kaum
Muslim Sunni, Syi’ah, Alawi dan Druze. 2) gelombang ke dua terjadi pada
akhir perang Dunia I setelah kekaisaran Ottoman runtuh. Mayoritas imigran
terdiri dari keluarga Muslim yang sudah lebih dulu migrasi ke Amerika. 3), pada
tahun 1930-an hanya dukhususkan bagi kerabat orang-orang yang sudah lebih dulu
tinggal di Amerika, 4) berlangsung dari tahun 1947 – 1960 dan 5) tahun
1965. Selain periode yang disebutkan di atas, juga sering terjadi imigran dari
timur tengah seperti pada tahun 1979 pada saat terjadi Revolusi Iran dan Ayatullah
Khomeni naik tahta.[32]
dan diperkirakan dewasa ini sekitar seperlima muslim Amerika adalah beraliran
paham Syi’ah (dengan berbagai macamnya).[33]
Dalam
kehidupan bernegara, Amerika menganut paham sekuler, sebuah paham yang
memisahkan antara agama dan Negara yang dalam konteks Amerika memisahkan antara
Higemoni gereja terhadap Negara.
Untuk itu,
maka dalam kehidupan social, dikenal kehidupan bebas, alkohol, hubungan bebas
antara laki-laki dan perempuan. Hal itu
merupakan tantangan tersendiri bagi kaum Muslimin, yang tidak ditemukan di
Negara asalnya. Menghadapi hal tersebut, kaum Muslimin baik yang puritan maupun
moderat sama-sama menolak, akan tetapi terhadap pergaulan, ada yang lebih
berhati-hati dengan tidak memperbolehkan anaknya untuk bergaul dengan lain
jenis. Sementara di satu pihak ada yang cukup membentengi dengan pemahaman
terhadap Agama, tanpa harus melarang bergaul dalam kehidupan masyarakat yang
plural.
Dalam hal
Emansipasi Wanita, pandangan kaum perempuan ada yang berpendapat dalam hal-hal
tertentu sama dengan kaum laki-laki, misalnya bekerja di luar rumah, sementara
yang lain lebih memilih diam di rumah dan mendidik serta membesarkan anak.
Tentang membuka jilbab (penutup kepala) mayoritas mereka enggan dan tidak mau,
sekalipun harus kehilangan pekerjaan karena tidak mau membuka kerudung.[34]
Dalam banyak
artikel di jurnal-jurnal Muslim yang khusus mengajak Muslim bersatu padu,
melupakan keragaman etnis, paham serta budaya dalam menghadalpi dan melawan
keburukan-keburukan Amerika[35].
Sementara, sebagian lainnya kelompok yang bersedia menyesuaikan diri dengan
system social di Amerika, berharap nilai-nilai Islam yang mereka tanamkan dalam
diri anak-anak mereka, akan melindungi mereka dari godaan-godaan yang ada.[36]
Sekalipun
Islam diidentikkan dengan isu-isu negative, baik oleh pemerintah dan didukung
oleh media, namun hal itu justru membuat masyarakat ingin tahu lebih jauh
tentang Islam. untuk itu Agama Islam secara kuantitas mengalami peningkatan.
Ada banyak sekali orang Afrika-Amerika dan Amerika berkulit putih yang mamsuk
Islam dengan berbagai sebab dan alasan; ada yang karena kawin dengan orang
Muslim dan ada yang karena memang tertarik karena daya tarik dari sebuah
peradaban besar. Orang-orang yang berpindah Agama ke Agama Islam seperti orang
Amerika kulit putih, dalam hal keyakinan keagamaan dan berpakaian mereke
cenderung Konservatif.[37]
Di dunia
pendidikan, para orang tua Muslim banyak yang memilih mendidik anak-anak mereka
di rumah, karena kawatir akan pengaruh negative karena pergaulan di luar,
seperti narkoba, tindak kejahatan dan ajakan-ajakan untuk lebih meng-Amerika,
sementara ada juga yang lebih memilih sekolah negeri, dan menyediakan waktu
tambahan khusus bagi pendidikan mereka di rumah. Dan ada juga yang berpikir
untuk mendirikan sekolah-sekolah Islam swasta. International of Islamic Tought
(IIT) di Washington Dc. Memberikan banyak sekali kontribusi dalam
program-program pendidikan bagi anak-anak Muslim. Dan pada tahun 1996, sekolah
program S-2 Muslim pertama didirikan dengan nama School og Islamic and
Sosial Sciences di Leesburg, Virginia.[38]
Tragedi 11
September 2001 yang menghancurkan gedung WTC, seakan-akan menjadi titik balik bagi
kehidupan kaum Muslim di Amerika. Setelah tragedy tersebut, terlepas dari
apapun pemicunya, telah menjadikan Islam dan kaum Muslimin kususnya Amerika
baik dalam kehidupan social maupun politik, mengalami banyak tekanan,
diskriminasi. Sekadar perbandingan misalnya saja CAIR
(Council on American-Islamic Relations), setiap tahun hanya menerima pengaduan
300-400 saja, maka setelah 9/11, ada 14 sampai 15 ribu kasus yang datang. Dengan kejadian tersebut Umat Islam
dicap sebagai Radikal, ekstreis dan Teroris. Dari hasil jajak pendapat yang
dilakukan Gallup dalam hal ekstremisme, ketika diajukan pertanyaan tentang hal
apa saja yang tidak disukai dari orang Islam dan dunia Muslim, maka masyarakat
Amerika menjawab, “Ekstremisme/Radikalisme dan tidak terbuka terhadap
gagasan-gagasan orang lain[39].
Hari-hari penuh ketakutan memang sempat
mewarnai kehidupan sehari-hari umat Islam AS, termasuk di Dearborn, Michigan.
Dearborn adalah sebuah daerah dengan komunitas warga Arab yang terbesar;
sekitar 250 ribu orang di AS. “Kami amat takut. Bahkan tidak pernah menyebutkan
nama Usamah bin Laden di muka umum atau pun di telepon. Kami takut jika dikira
sebagai pendukungnya,” tutur Intisar Alawie (16 tahun), perempuan. “Ada
beberapa teman saya yang karena ketakutan maka ia melepaskan jilbabnya, lantas
mereka keluar dengan menggunakan baju pendek. Tapi menurut saya itu masalah
pribadi.”[40]
Hal lain yang
juga merugikan Umat Islam dan Negara-negara Islam adalah, segera setelah kejadian
11 September tersebut, Amerika dengan berbagai agenda politiknya mengumumkan
perang terhadap Terorisme, dan sebagai target pertama atas perang tersebut
adalah Afganistan dan Irak[41].
Akan tetapi hal yang sangat tidak masuk di akal
pemerintah George Bush dan tokoh-tokoh Amerika, masyarakat Amerika berbondong-bondong
masuk Islam justru setelah peristiwa pemboman World Trade Center pada 11
September 2001 yang dikenal dengan 9/11 yang sangat memburukkan citra Islam
itu. Pasca 9/11 adalah era pertumbuhan Islam paling cepat yang tidak pernah ada
presedennya dalam sejarah Amerika. 8 juta orang Muslim yang kini ada di Amerika
dan 20.000 orang Amerika masuk Islam setiap tahun setelah pemboman itu.
Pernyataan syahadat masuk Islam terus terjadi di kota-kota Amerika seperti New
York, Wahington, Los Angeles, California, Chicago, Dallas, Texas dan yang
lainnya.[42]
Atas daya magnit Islam inilah, pada 19 April
2007, digelar sebuah konferensi di Middlebury College, Middlebury Vt. untuk
mengantisipasi masa depan Islam di Amerika dengan tajuk “Is Islam a
Trully American religion?” (Apakah Islam adalah Agama Amerika yang
sebenarnya?) menampilkan Prof. Jane Smith yang banyak menulis buku-buku tentang
Islam di Amerika. Konferensi itu sendiri merupakan seri kuliah tentang
Immigrant and Religion in America. Dari konferensi itu, jelas tergambar
bagaimana keterbukaan masyarakat Amerika menerima sebuah gelombang baru yang
tak terelakkan yaitu Islam yang akan menjadi identitas dominan di negara super
power itu.[43]
Dibalik
perkembangan Islam di Amerika serikat, para penentu kebijakan Amerika,
tampaknya ragu-ragu dalam mengambil posisi yang pasti terhadap kebangkitan
Islam di Amerika Serikat dewasa ini. Keraguan tersebut berakar dari
ketidakmampuan Washington dalam memprediksi dan mengukur dampak-dampak
kebijakan luar negeri pada negara-negara Islam pada saat mereka memegang
kekuasaan. Oleh karena itu, setidaknya ada tiga hal yang mendasari posisi
Amerika terhadap Islam politik ; Pertama, Amerika
tidak ingin terlihat tidak bersahabat bagi negara-negara Islam, karena hal
tersebut dikhawatirkan akan memperparah sikap mereka terhadap Amerika. Kedua, keraguan secara terbuka mendukung kelompok
Islam manapun yang kepentingan regional dan sekutunya. Ketiga, para
pembuat kebijakan luar negeri Amerika terdapat sebentuk ketidak yakinan tentang
kemungkinan terjadinya hubungan antara negara Islam dan demokrasi.[44]
1. Islam di Eropa
Dalam ilmu
social, dikenal teori fenomenologi, sebuah ilmu yang mempelajari tentang
fenomena, alam manusia, dll. Maka segala fenomena yang terjadi dan berkembang
di sekitar kehidupan manusia, kemudian menjadi hal yang dapat menggambarkan
sesuatu.
Seperti itulah
yang terjadi di Barat, khususnya eropa. Kalangan
masyarakat umum di Eropa atau Barat pada umumnya, melihat Islam lebih sering
dibentuk oleh peristiwa yang terjadi di dekat rumah atau tetangga dibanding
dengan perkembangan negara-negara Muslim yang nun jauh di sana. Mereka mendapat
kesan tentang Islam dan Muslim melalui media masa saja atau melalui hubungan
langsung dengan berbagai macam kelompok pendatang Muslim yang tinggal di negeri
mereka. Sebagai contoh, kelompok pendatang Muslim Maroko di Belanda, pendatang
Muslim Aljazair di Prancis, pendatang Muslim Pakistan dan India di Inggris,
serta pendatang Muslim Turki di Jerman. Mereka juga mendapatkan pengetahuan
tentang Islam melalui kejadian-kejadian ekstrem, seperti serangan teroris pada
11 September di Amerika Serikat atau kejadian-kejadian di tempat lain.
Pengalaman dan kesan dari kejadian-kejadian tersebut sering mengarah pada
negatif dibanding positif. Sering kali, bukanlah Islam yang dipahami, tetapi
lebih pada perilaku Muslim yang dibiaskan sebagai gambaran Islam karena mereka
bertindak 'atas nama Islam', tetapi sesungguhnya mereka sama sekali tidak
mewakili mayoritas Muslim[45].
Di tahun-tahun terakhir ini, Islam telah
menjadi subjek perdebatan di Eropa: serangan teroris Muslim pada target-target
di Amerika Serikat, London, dan Spanyol; tekanan kepada remaja putri untuk
memakai jilbab, penggalangan pemuda untuk jihad internasional; penemuan
buku-buku pelarangan homoseksual di masjid-masjid tertentu; kesetaraan pria dan
wanita; pembiaran terselubung kekerasan rumah tangga; dan kriminalitas yang
diatasnamakan ajaran agama Islam.
Sementara, sebagai bentuk Islamofobia, banyak
kejadian yang dilakukan oleh orang-orang eropa yang menyebabkan kemaharan umat
Islam. Kasus Salman Rusydi di Inggris, dan Karikatur di media, yang
menggambarkan Nabi Muhammad dengan bom di surbannya, di Denmark tahun 2005,
semakin membuat rumitnya hubungan Islam dan Barat[46].
Apakah hal ini merupakan sebuah bentuk “perang peradaban” sebagaimana yang
pernah dikemukakan oleh Samuel Huttington, tentang benturan peradaban, yaitu benturan antara peradaban Barat di satu pihak,
dengan peradaban timur di pihak lain, dalam hal ini Islam.
Upaya-upaya ke arah perdamaian dan hidup
berdampingan terus dilakukan, seperti yang dilakukan di Belanda mislanya. Dalam
mengatasi masalah pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok ekstremis terhadap
sutradara film Theo van Gogh, tahun 2004, Pemerintah Belanda bersama dengan
organisasi masyarakat sipil berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menerapkan
kebijakan “integrasi”. Akan tetapi ada satu hal masih tetap problematis, yaitu
ancaman pemisahan antara Muslim dan non-Muslim. Ancaman ini semakin dibakar
oleh fundamentalis Muslim yang mengambil keuntungan dari ketidakpuasan di
antara imigran generasi kedua dan ketiga yang sangat lamban berintegrasi. Para
fundamentalis Muslim tidak ingin menjadi bagian dari bentuk masyarakat seperti
sekarang ini, tetapi lebih menempatkan diri mereka di luar dari itu dan bahkan
menolak standar demokrasi dan aturan hukum Belanda yang berlaku. Namun,
beruntungnya, kelompok semacam ini hanyalah pinggiran dan kebanyakan Belanda
Maroko atau Maroko Belanda dan orang dari kelompok etnis yang lain tentu
menerima nilai-nilai Belanda. Namun, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa
individu dan kelompok pinggiran dapat menyebabkan banyak kerusakan.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan, apakah
Islam dalam bentuknya seperti sekarang ini adalah selaras dengan nilai-nilai
inti demokrasi dan praktik kehidupan di Belanda. Digabungkan dengan
keprihatinan masalah integrasi, seperti penguasaan bahasa Belanda yang tetap
rendah, pernikahan antaretnis yang rendah di mana lebih dari 70 persen pemuda
Turki dan Maroko menikah dengan pasangan asli dari negara mereka, angka putus
sekolah yang tinggi, dan buruknya lulusan sekolah di antara populasi Muslim,
semua masalah ini telah memantik panasnya kehidupan sosial dan diskusi di
parlemen[47].
Sementara itu
pada sisi kepemimpinan, Muslim di Eropa, di Inggris, Prancis dan Negara-negara
erop lainnya, tidak mempunyai kepemimpinan komunal Nasional yang terlembaga.
Seperti halnya Muslim di Perancis dan Jerman, mereka bicara dengan banyak
suara, yang melemahkan tujuan mereka dalam masalah-masalah seperti reformasi
hokum penghujatan, atau penyediaan daging dan makanan halal. Tidak adanya
kepemimpinan yang komunal itu disebabkan karena di Inggris dan di Negara Eropa
lainnya adalah akibat perbedaan etnis, budaya dan “Teologi”. Banyak umat Islam
menyuarakan perlunya pembentukan badan yang setara dengan dewan deputi Yahudi
Inggris, sebuah kuasa-parlemen yang mewakili berbagai aliran dan golongan,
namun sampai saat ini, komunitas Muslim gagal menyetujui sebuah kerangka.[48]
Beda di
Inggris, beda di Perancis. Mayoritas muslim di kota paris adalah Imigran dari
Maroko. Dalam kehidupan social, mereka (muslim) sering mendapatkan huatan dan
hinaan. Orang perancis menyebut mereka dengan kotoran, binatang, yang
sesungguhnya merupakan sebuah model Rasis seperti yang terjadi di Amerika.
Media Perancis terus dan selalu melukiskan kaum Muslimin sebagai salah satu
Radikal Islam yang ingin meruntuhkan Negara Sekuler Perancis.[49]
Segala bentuk yang melambangkan Islam, seperti perempuan berjilbab, berjanggut,
dll semua itu dianggal sebuah model ekstrem. Dan bahkan kasus di Bosnia, Muslim
yang menggunakan nama Arab/Islam saja sudah dianggap Radikal/Ekstrem.
Islamofobia di Perancis adalah sebuah propanganda Rasisma secara Halus.
Sedangkan lembaga-lembaga
pendidikan yang bisa mempersatukan mereka, untuk tempat belajar anak-anak
mereka, masih belum bisa terwujud. Hal itu ada beberapa alasan ; pertama)
karena diantara kaum muslimin belum ada kesepahaman, seperti kasus di Inggris,
akibat perbedaan budaya, etnis, dan
“teologi”. Kedua) untuk itu semua harus ada pengakuan dengan yahudi dan
protestan, ketiga) Agama Islam di Perancis oleh pemerintah masih
dianggap sebagai agama sekunder.[50]
Menurut Ramadan, setidaknya terdapat tiga
dimensi permasalahan yang dihadapi Muslim Eropa yang terus akan menjadi batu
sandungan dan permasalahan bagi aktualisasi kehidupan mereka di barat, yaitu : Culture,
identity dan loyality[51].
Terkait dengan dimensi pertama, yakni Culture,
Ramadan berpendapat bahwa tidak ada agama yang tanpa adanya ekspresi budaya.
Namun begitu, agama tidak sama dengan budaya. Edward said, pernah berujar ; I
am not Muslim, I am a Christian, but I am a Muslim by culture. Sebagai
seorang Arab, tentu budaya Islam menjadi bagian dari budayanya, meski Edward
bukan seorang Muslim.
Masalah Identitas juga merupakan masalah
yang krusial, yang dihadapi kaum Muslimin ketika pertama kali bersinggungan
dengan Wilayah baru, Eropa. Padahal sejatinya masalah identitas, menurutnya
tidak perlu menjadi permasalahan. Tentang hal tersebut, Ramadhan berujar : I
am a Muslim by Religion, I am European by culture, I am an Egyptian by memory,
I am a Universality by principle.
Masalah ke
tiga adalah masalah loyality. Harus dibedakan antara loyalitas muslim
kepada sesame Muslim, karena hal itu menyangkut spiritual dan loyalitasnya
kepada Negara. Loyal bukan berarti membenarkan semua yang menjadi kultur Eropa.
BAB III
KESIMPULAN
- Ekstremisme adalah salah satu corak yang digambarkan oleh pengikutnya, yang beranggapan bahwa dalam memahami agama (Islam) harus berpegang teguh kepada al-Quran dan Hadits, tidak mengenal kompromi terhadap hal-hal yang menurut mereka bertentangan dengan al-Quran dan Hadits.
- Moderasi adalah bersikap lunak atau tidak terjerumus kedalam ekstrimisme yang berlebihan dan berada pada posisi tengah dan tidak condong kepada golongan tertentu.
- Beberapa hal yang berbeda dan sama antara Aliran Moderat dan Ekstrem : Kesamaan dalam Rukun Islam yang lima, Syahadat, Sholat, puasa di bulan Ramadlan, zakat dan Haji. Disamping itu, ada perbedaan ; 1) tentang sifat dasar hukum dan moralitas, 2) pendekatan sejarah dan modernitas, 3) Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, 4) interaksi dengan non muslim dan konsep keselamatan, 5) Jihad, perang dan terorisme, dan 6) peran kaum perempuan.
- Perkembangan Islam di Barat (Amerika dan Eropa) :
a.
Islam datang dibawa oleh para Imigran Timur Tengah
b. Adanya pikiran
Islamofobia, Islam dianggap sebagai masalah baru, sebagai sesuatu yang
membahayakan Negara, yang akan meruntuhkan Sekularisme.
c. Globalisasi,
westernisasi, Demokrasi, HAM, persamaan
Hak terhadap perempuan, masih merupakan isu-isu yang sering dipertentantangkan
antara Barat dan Islam
d. Adanya
kelompok-kelompok ekstremis, radikal, merupakan fenomena yang semakin
memperkeruh masalah hubungan antara Barat, Islam dan kaum Muslimin.
e. Ada tiga permasalahan yang dihadapi Muslim
Eropa yang terus akan menjadi batu sandungan bagi aktualisasi kehidupan mereka
di barat, yaitu : Culture, identity dan loyality
f.
Integrasi merupakan salah satu jalan keluar, yang
diupayakan oleh Negara-negara Eropa dalam mengatasi masalah benturan antara
budaya Barat dan Timur (Islam)
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran
Bisri,
Adib, KH & Munawwir A.Fattah, KH, Kamus Al-Bisri, Pustaka
Progressif, Surabaya, 1999
Hilmy, Masdar, MA & Akh. Muzakki, Dinamika
Baru Studi Islam, Arloka, Surabaya, 2005
Karel A, Steen Brink, Beberapa
Aspek Tentang Islam Di Indonesia Abad
Ke-19, Bulan Bintang, Jakarta, 1984
Qardhawi,
Yusuf, Islam Ekstrem, Analisis & Pemecahannya, Terj.
Alwi A.M., Mizan, Bandung, 1989
Asqalani, Ibnu Hajar, Fathul Bari,
vol.12, Kairo: Darul Rayyan Lil Turats, 1988.
Abou El Fadl, Khaled,
Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, Terjemah, Helmi Mustofa, PT. Serambi Ilmu Semesta, 2006
Shihab, Quraish, Membumikan Al-Quran,
Mizan, Bandung, cet. XVIII, 1998,
al-ikhtilaf fi al din
, Maktabah Syamilah
Abdurrahman bin Mu’alla Luwaihiq, dalam
Shihabuddin Afroni, Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 1 (Januari
2016)
Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3, Jakarta: Balai Pustaka, 2002
Jane Smith, Islam di Amerika, Terj.
Siti Zuraida, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005
Alwi Shihab, dalam Pengantar Islam di
Amerika, Terj. Siti Zuraida, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005,
Adam Lebor, A HAert Turned East,
Pergulatan Muslim Barat antara Identitas dan Integritas, Terj. Yuliani
Liputo, Mizan Bandung, 2009,
Esposito, Jhon L. & Dalia Mogahed, Saatnya
Muslim Bicara; Opini Umat Islam tentang Barat, Kekerasan,HAM dan Isu-Isu
Kontemporer Lainnya, Terj. Eva Y. Nukman, PT. MIzan Pustaka, Bandung, 2007
Sumanto
Alqurtuby, Jihad Melawan Ekstremisme Agama
Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Terjemah
Tafsir Al-Maraghi”, 6 Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1992
http://tabloiddiplomasi.com/index.php/previous-isuue/52-maret-2008/474-islam-moderat-dalam-peta-diplomasi-global,
Edisi: Maret 2008
Jalaluddin Muhammad dan jalaluddin
abdurahman bin abi bakr Tafsir
jalalain assuyuty/27/1/cetakan
pertama/darl alhadist kairo mesir.
Alqurthubi.jaamiul
ahkam qur’an/surat albaqoroh/269/juz
Abdurrahman bin Mu’alla Luwaihiq, dalam
Shihabuddin Afroni, Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 1 Januari 2016
Hasbullah,
Moeflich, Artikel, Islam di Amerika: Sebuah Keajaiban Bernama 9/1, Pikiran
Rakyat, 6 Maret 2008
Ramadhan,
Tariq, Western Muslim and The Future of Islma, dalam Muhammad Faisal
Karim, Proses Munculnya Euro-Islam sebagai Transnational Norm di Kalangan
Muslim Eropa, Jurnal Kajian Wilayah Vol. 1, no. 1, LIPI, 2010
Van Dam, Nikolaos, Artikel, Islam dalam
Pandangan Barat, Republika, Kamis, 29 Oktober 2009
Yusuf
Qardhawy, Dr., PrioritasGerakan Islam; Antisipasi Masa Depan Gerakan Islam,
Terj. A. Najiyulloh, Al-Ishlahy Press, Jakarta, 1993
Kusdiana,
Ading, Jurnal Al-Tsaqafa volume 10, No.1, Juli 2013
www.muslimpopulation.com
www.usislam.org
http://insideislam.wisc.edu
http://tabloiddiplomasi.com/index.php/previous-isuue/52-maret-2008/474-islam-moderat-dalam-peta-diplomasi-global,
Edisi: Maret 2008
https://moeflich.wordpress.com/2008/03/18/islam-di-amerika-keajaiban-bernama-911/
Islam
di Amerika, http:// ichlerne. wordpress. com/ islamaround the world
[2] Al-Quran, surat
al-Maidah, ayat 3
[3] Jhon L. Esposito & Dalia Mogahed, Saatnya Muslim Bicara;
Opini Umat Islam tentang Barat, Kekerasan,HAM dan Isu-Isu Kontemporer Lainnya, Terj.
Eva Y. Nukman, PT. MIzan Pustaka, Bandung, 2007, Hal. 43-44
[8] Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hal. 292.
[9] Lihat, Dr.
Yusuf Qardhawi, Islam Ekstrem, Analisis & Pemecahannya, Terj. Alwi
A.M., Mizan, Bandung, 1989. hal. 17
[10] Ibnu Hajar Asqalani, Fathul
Bari, vol.12, Kairo: Darul Rayyan Lil Turats, 1988.
[12] Khaled Abou
El Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, Terjemah, Helmi Mustofa,
PT. Serambi Ilmu Semesta, 2006, hal. 29
Lihat juga Quraish Shihab,Dr. M., Membumikan
Al-Quran, Mizan, Bandung, cet. XVIII, 1998, hal 217.
[14] al-ikhtilaf fi al
din , Maktabah Syamilah
[15] Al-Quran, Surat
Annisa’, 171
[18] Abdurrahman bin Mu’alla Luwaihiq, dalam
Shihabuddin Afroni, Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, Januari 2016 hal.
70-85
[20] Tim Penyusun Kamus
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3, Jakarta: Balai Pustaka,
2002
[23] tafsir
jalalain/jalaluddin Muhammad bin ahmad almahally dan jalaluddin abdurahman bin
abi bakr assuyuty/27/1/cetakan
pertama/darl alhadist kairo mesir.
[24] Alqurthubi.jaamiul
ahkam qur’an/surat albaqoroh/269/juz 1.
[25] Ahmad Mustafa
Al-Maragi, “Terjemah Tafsir Al-Maraghi”, 6 (Semarang: PT. Karya Toha Putra
Semarang,
1992)
[26]
http://tabloiddiplomasi.com/index.php/previous-isuue/52-maret-2008/474-islam-moderat-dalam-peta-diplomasi-global,
Edisi: Maret 2008
[27] Yusuf Qardhawy,
Dr., PrioritasGerakan Islam; AntisipasiMasaDepanGerakan Islam, Terj. A.
Najiyulloh, Al-Ishlahy Press, Jakarta, 1993, hal. 131
[29] Alwi Shihab, dalam
Pengantar Islam di Amerika, Terj. Siti Zuraida, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta, 2005, hal viii
[30] Jane Smith, Islam……
hal. 74
[31] Adam Lebor, A
HAert Turned East, Pergulatan Muslim Barat antara Identitas dan Integritas, Terj.
Yuliani Liputo, Mizan Bandung, 2009, hal. 302.
[32] Adam Lebor, A
HAert Turned East, Pergulatan Muslim Barat antara Identitas dan Integritas, Terj.
Yuliani Liputo, Mizan Bandung, 2009, hal. 76 - 78.
[33] Adam Lebor, A
HAert ……………… hal. 90 - 95.
[35]
Farhad Ara, dalam Jane I Smith, Islam …………., hal. 183
[36]
Jane I Smith, Islam……., hal. 183
[37]
Lihat Adam labor a hart …….hal. 191.
[38]
Jane I Smith, Islam……., hal. 201
[39] Jhon L. Esposito & Dalia Mogahed, Saatnya Muslim Bicara; Opini Umat
Islam tentang Barat, Kekerasan,HAM dan Isu-Isu Kontemporer Lainnya, Terj. Eva Y. Nukman,
PT. MIzan Pustaka, Bandung, 2007, hal.127
[42] Moeflich Hasbullah, Artikel, Islam di Amerika: Sebuah Keajaiban
Bernama 9/1, Pikiran Rakyat, 6 Maret 2008
[43] Moeflich Hasbullah, Artikel, Islam di Amerika: Sebuah Keajaiban
Bernama 9/1, Pikiran Rakyat, 6 Maret 2008
[46] Lihat, Jhon L. Esposito & Dalia Mogahed, Saatnya Muslim
Bicara; Opini Umat Islam tentang Barat, Kekerasan,HAM dan Isu-Isu Kontemporer
Lainnya, Terj. Eva Y. Nukman, PT. MIzan Pustaka, Bandung, 2007
[48] Adam Lebor, A
HAert ……………hal 171
[49] Adam Lebor, A
HAert ……………hal 203
[50] Adam Lebor, A
HAert ……………hal 207-208
[51] Tariq Ramadhan, Western Muslim and The Future of Islma, dalam
Muhammad Faisal Karim, Proses Munculnya Euro-Islam sebagai Transnational
Norm di Kalangan Muslim Eropa, Jurnal Kajian Wilayah Vol. 1, no. 1, LIPI,
2010, hal. 53-54